— 104
103020.
Arion pikir Utara berbohong soal password unit apartemennya, tapi ternyata hanya dengan sekali coba, pintu itu terbuka. Ia tersenyum. Mencoba untuk tidak seperti maling yang mengendap-endap masuk ke tempat orang lain, Arion malah menoleh-toleh ke sekitar sebelum ia masuk ke dalam, benar-benar seperti maling yang takut ketahuan orang. Atau takut tetangga apartemen lain yang tiba-tiba memergokinya masuk ke dalam unit apartemen yang bukan tempat tinggalnya, melainkan ke tempat tinggal seorang perempuan lajang yang cantik dan seksi.
Di mulai dari depan, berantakan itu sudah terlihat. Ada cukup banyak pasang sepatu di sana, yang tidak tersusun rapi. Tidak ada rak sepatu untuk menaruh semuanya. Arion tidak terlalu terkejut karena sejatinya Utara sudah berkali-kali memberitahunya kalau ia masih belum sempat membereskan barang-barangnya sendiri setelah pindahan.
Ketika Arion berpikir di dalam akan lebih berantakan lagi, ternyata tak terlalu. Hanya ada ada boks-boks yang sudah dipinggirkan, mungkin takut menghalangi jalan, dengan sebagian yang terbuka yang Arion lihat sekilas isinya adalah tumpukan kertas atau map yang ia yakini berkas kasus-kasus perceraian yang Utara kerjakan. Tak ada pernak-pernik atau semacam aksesoris ruangan di sana, semuanya masih polos sama seperti ketika pertama kali Arion menyewa apartemennya dua tahun lalu itu.
Arion tak melihat bagian dapur yang gelap, ia langsung ke kamar tidur utama yang pintunya terbuka sedikit dan terlihat lampunya menyala. Tapi ketika ia melihat ke dalamnya, tak ada Utara di sana. Ia berjalan ke ruangan lain yang kalau di tempatnya dijadikan kamar Elea, dan ternyata di tempat Utara, ruangan itu dijadikan ruang kerja dengan lebih banyak boks yang menumpuk dan berserakan, yang sebagian berisi berkas, sebagian lagi berisi buku-buku tebal tentang hukum atau bacaan ringan biasa.
Utara di sana, menelungkup di atas meja dengan komputer yang masih menyala dan laptop yang masih terbuka. Ada mangkuk kosong bekas bubur kacang hijau juga di sana. Perempuan itu tertidur.
Arion mendesah.
“Baby …,” Ia berusaha membangunkan dengan suara pelan dan sentuhan lembut di tubuh Utara, namun perempuan itu tak terusik. “Tara, hei ….” Arion mencobanya lagi dengan suara yang sedikit lebih keras, dan kali ini berhasil membuat Utara terbangun.
Perempuan itu agak terkejut, tapi kemudian menjadi tenang setelah melihat siapa yang membangunkannya. “Mas …,” katanya dengan suara lirih. “Kamu dateng?”
Arion tersenyum. Ia memundurkan kursi itu saat Utara sudah menegakkan tubuhnya, tapi belum benar-benar membuka matanya. “Badan kamu bisa sakit kalau kelamaan tidur di sini.”
Utara hanya bergumam tak jelas, membuat Arion terkekeh.
Lalu tanpa pikir panjang, Arion mengangkatnya dari sana. Membopongnya keluar dari ruang kerja dan berpindah ke kamar tidur, kemudian dengan hati-hati menaruh Utara di kasur.
Dan sebelum Arion ikut berbaring di sana, ia beranjak lebih dulu untuk menutup pintu dan mematikan lampu. Menaruh ponselnya sendiri di nakas, barulah ia berbaring di samping Utara, menarik perempuan itu untuk mendekat ke arah tubuhnya, dan memeluknya.
“Kamu wangi,” gumam Utara saat hidungnya menyentuh kaus yang Arion kenakan, membuat lelaki itu mendengus, tapi tersenyum.
“Udah, tidur lagi aja,” balasnya.
“Temen kamu … udah tidur?”
“Udah pulang. Di telepon sama istrinya yang nangis-nangis karena kesepian.” Arion mendesah berat. “Ya, gitu lah kehidupan rumah tangga. Kadang berantem, kadang kangen, kadang kesel, kadang kangen lagi, kadang marah, kadang kangen lagi.”
“They're so cute,” gumam Utara.
“We also can be.”
Utara terkekeh. “You're so cute.”
“Not just me, Baby. But we. We're so cute. Right?”
“Yeah …. Kamu yang narik, aku yang ngulur. Tinggal nunggu kamu yang capek, atau aku yang justru ikut ketarik.”
Arion merenggangkan pelukan, merunduk untuk menatap Utara yang kemudian ikut mendongak untuk balas menatap Arion. “Aku nggak akan capek, tapi aku berharap kamu yang capek ngulur-ngulur dan akhirnya tertarik sama aku.”
Utara tersenyum, ia bergerak baik agar wajahnya sejajar dengan wajah Arion. “Kalau saat itu datang, kamu berhasil bikin aku jatuh cinta sama kamu. Apa yang bakal kamu lakuin?”
“Aku bakal jaga cinta itu, aku bakal nunjukkin ke kamu kalau mencintai seseorang yang cinta juga sama kamu itu sangat menyenangkan.”
“Cinta … semenyenangkan itu?”
“Of course, Baby. Cinta semenyenangkan itu asal dengan orang yang tepat.”
“Dan kamu orangnya? Orang yang tepat untuk aku merasakan senangnya jatuh cinta sama orang yang cinta sama aku.”
“Aku nggak tahu, karena aku bukan semesta yang nulis semua takdir. Tapi aku bakal berusaha menjadi orang yang tepat itu.”
Utara diam, menatap lurus mata Arion di dalam ruangan gelap itu.
“Baby, please let me in. Buka pintunya, biarin aku masuk. Biarin aku bikin kamu jatuh cinta sama kamu, biarin aku tunjukin kalau cinta nggak semenakutkan yang kamu kira, karena cinta yang tepat itu menyenangkan.”
“Aku takut ….”
“Aku bikin nggak takut, aku bikin menyenangkan.”
“Gimana kalau … Lea nggak suka?”
Senyum Arion mengembang. “You called her Lea.”
Utara berjengit.
“Dia bakal suka. Dia mau Tante Seksi ini jadi mamanya, kasih adik buat dia.”
“Tapi nggak sesederhana itu, Mas. Dia mungkin belum ngerti aja apa yang bakal terjadi kalau aku masuk ke kehidupannya.”
“Baby …,” panggil Arion lembut, tangannya terulur untuk mengusap pipi Utara. “Semuanya bisa dibikin sederhana, asal kamu berhenti berpikir kalau itu ribet dan nggak mungkin. Stop negative thinking, okay? Kita jalanin. Sama aku, sama kamu, sama Lea buat bikin keluarga cute yang kamu bilang itu.”
“I don't think I'm ready ….”
“Kamu siap, asal kamu bersedia.”
“Jadi … ini cuma tentang aku, ya?”
Arion tak menjawab, hanya tersenyum kecil.
“Aku ….” Utara bingung harus berkata apa. Ia ragu, takut, tapi ingin juga. Semuanya jadi tak jelas.
“It's okay, Baby. Jangan terlalu dipaksakan, pelan-pelan aja, aku bantu.” Arion mengecup singkat bibir Utara.
Kali ini Utara yang tak menjawab.
Arion mendesah, menarik kembali tubuh itu untuk masuk ke dalam dekapannya. “I love you,” bisiknya kemudian.
“I will love you,” balas Utara pelan.